Thursday, April 11, 2019

[ 3 ] Short Stories: Penantian

April 11, 2019 0 Comments
[ 3 ] Short Stories: Penantian
Source: Pinterest.com

Dekorasi pernikahan klasik adat Jawa kraton Jogjakarta memanjakan kedua mataku yang memang menyukai budaya Jawa. Dengan diiringi suara gamelan menjadi terasa berada di setiap acara kraton.
Beberapa minggu yang lalu, di rumah kedatangan kartu undangan pernikahan dari Anton, adik sepupu dari keluarga Ayah, ternyata dia akan mendahuluiku untuk menikah. Sudah takdir Anton akan menikah duluan dan aku masih sendiri tanpa suami maupun pacar. Aku hanya bisa memanjatkan doaku pada Sang Khalik untuk di pertemukan seorang pria yang memang dia adalah belahan jiwaku, tanpa harus merasakan pacaran seperti Abangku yang memiliki mantan pacar seabrek.
Di pernikahan Anton hanya aku dan Ayah yang hadir. Mas Bambang mendapat giliran menjaga ibu yang sakit di rumah selama kami pergi. Kepergianku ke Jogjakarta menjadi tempat aku untuk berlibur untuk melepas penat masalah yang berada di rumah dan jauh dari hiruk pikuk Kota Jakarta. Terkadang aku berharap aku bisa tinggal di Jogjakarta dari pada di Jakarta.
Aku melihat Ayah sedang berkumpul dengan adik-adiknya di dekat meja berisikan makanan ringan. Berhubung di dalam ruangan ini banyak sekali makanan, aku memandang berkeliling mencari makanan ringan yang ingin sekali kumakan sebelum ke makanan berat. Wah... ada bakso, pikirku. aku langsung melangkahkan kakiku ke area meja kecil yang bertuliskan bakso.
Setelah mengantre cukup panjang, akhirnya aku mendapatkan semangkuk bakso di tanganku. Sambil berjalan aku menyuapi bakso ke dalam mulutku. Sambalnya kurang nendang nih, pikirku. Saat berjalan, aku tidak sengaja menabrak tubuh seseorang sehingga kuah dari mangkok bakso terciprat ke baju batik.
“Aduhh... Maaf mas, saya tidak sengaja,” ucapku melihat wajah yang kutabrak. Tanganku yang memegang tisu mencoba untuk membersihkannya. “sebentar ya mas, saya ambilkan tisu lagi,” tisu yang berada di tanganku sudah tak berbentuk.
“Tari,” ucap pria berbaju batik dengan badan yang tinggi.
Di saat melangkahkan kaki, pria itu sepertinya memanggil namaku sehingga aku memandang kembali wajah pria itu, “Hah?” dengan wajah tanda tanya.
“Kamu Tari kan?”
“Iya, siapa ya?” aku mengerutkan kedua alisku untuk mencoba mengingat siapa pria yang berada di depanku.
“Kamu enggak ingat saya?”
Aku menggelengkan kepala tanda tidak mengingat siapa pria di depanku walaupun aku berusaha menggali ingatan di dalam kepala tapi nihil.
“Saya Halim, kita pernah satu sekolah dasar di Jakarta.”
“Maaf ya, saya tidak ingat sama sekali,” ucapku dengan rasa bersalah, “Kamu masih ingat saja, padahal itu sudah lama sekali.”
“Kamu kenal dengan salah satu mempelai?”
“Iya, yang mempelai prianya adik sepupu saya. Kamu?”
“Waah... kebetulan banget ya, saya juga kenal sama Anton. Kami satu fakultas di kampus. Sekarang tinggal di Jogja?”
Aku teringat bahwa Anton baru saja lulus pascasarjana dan sudah menjadi dosen di universitas di Jogjakarta.
“Tidak, saya masih tinggal di Jakarta. Karena Anton menikah saja saya ada di sini. Kamu sendiri ke sini?”
“Enggak, saya sama teman,” Halim menunjukkan jarinya ke arah temannya yang sedang membuat lingkaran dan mengobrol.
Saat sedang melihat temannya Halim terdengar suara Ayah dari arah sampingku, “Tari.”
“Ya Ayah, ada apa?”
“Teman kamu, Tari?” tanya Ayah.
Belum sempat aku menjawab pertanyaan Ayah, suara halim sudah mendahuluiku.
“Saya Halim Om, teman Tari sewaktu sekolah dasar,” Halim mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Ayah.
“Oh... kamu juga teman dari pengantin?”
“Iya Om, saya kenal sama Anton.”
“Wah... dunia ternyata kecil sekali ya. Ya sudah kalian lanjuti obrolan kalian. Tari, Ayah sama Om dan Tante kamu di sana,” Ayah menunjukkan jari ke arah meja yang di khususkan untuk keluarga pengantin.
“Iya, Yah.”
“Mari nak Halim.”
“Iya Om.”
Setelah kepergian Ayah, aku melihat teman-teman Halim menengok ke arah kami, “sepertinya mereka mencari kamu,” ucapku sambil menunjuk ke arah teman-teman Halim.
Halim memberikan tanda dengan jari tangannya untuk memberinya waktu kepada temannya. Dan aku melihat temannya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya ke arah Halim.
“Mereka mau foto sama Anton. Saya minta nomor telepon kamu boleh?”
“Boleh kok, sebentar,” tanganku yang kosong membuka tas tangan.
“Kamu enggak ingat nomor telepon kamu?”
“Enggak,” jawabku sambil mencari HP di dalam tas tangan. Setelah mendapatkan apa yang aku cari. Sebelum mencari nomor telepon yang tidak aku hafal sama sekali suara Halim sudah mencegahku.
“Coba sini HP kamu.”
Tanpa rasa curiga sedikit pada halim, aku langsung menyerahkan HP ke tangannya. Sambil menunggu Halim mengetikkan nomornya dan melakukan misscall ke HP miliknya.
“Nih,” Halim mengembalikan HP ke arahku, ”nanti saya hubungi kamu ya.”
Setelah memberikan HP ku kembali, Halim berpamitan untuk kumpul bersama dengan teman-temannya yang sudah memberikan kodenya pada Halim untuk mengambil foto sama Anton. Aku berjalan dengan mangkuk kosong ke arah meja kecil untuk diletakkan.
Aku tidak terlalu di ambil pusing karena tidak mengingat Halim pada waktu sekolah dasar dulu. Karena setelah lulus, aku memang memilih sekolah yang dekat dengan rumah sehingga aku berpisah dengan teman-temanku semasa sekolah dasar. Pada saat ingin meletakkan mangkuk bakso, terlintas gambaran di mana seseorang menuliskan sesuatu di buku kecil milikku karena tahu aku tidak akan satu sekolah dengannya. Apa mungkin dia? pikirku.

***

Pernikahan Anton telah selesai, Ayah masih tinggal beberapa hari di Jogja sehabis itu akan pergi ke Pekalongan untuk mengunjungi rumah masa kecilnya. Aku juga sudah meminta ijin untuk tinggal lebih lama di sini karena aku ingin sekali mencicipi kuliner yang ada di sini dan Fauzan menawarkan dirinya untuk mengantarku ke mana saja yang aku inginkan selama di Jogja.
Semenjak pertemuanku dengan Halim di pernikahan Anton, kami selalu bertukar kabar. Halim sering mengajakku jalan, tapi aku selalu mengajak Fauzan untuk ikut menemaniku karena aku masih belum mengenal benar dengan Halim. Untungnya tanpa aku memberi penjelasan, Halim mengerti dengan kehadiran Fauzan di setiap kali kami pergi.
“Kamu belum pernah pacaran? Suka sama cowok?” tanyanya dengan muka tidak percaya setelah aku mengatakan belum pernah berpacaran sepanjang usiaku.
“Suka pernah, tapi pacaran enggak pernah,” jawabku seadanya, “Memangnya kenapa?”
“Enggak, ini pertama kalinya aku bertemu seperti kamu.”
“Ah... masa, ada kali yang seperti aku yang memang tidak berpacaran.”
“Benaran, cuman kamu. Lalu kenapa kamu tidak mencarinya?”
Aku menghela nafas sebentar sebelum menjawab pertanyaan Halim, “di umurku yang sekarang bukan lagi mainannya pacaran, tapi sudah harus mencari calon suami.”
“Lalu sudah dapat calon suaminya.”
Aku melirik sekilas ke arah Halim malas untuk menjawab pertanyaannya.
“Kenapa?” tanya Halim.
“Enggak, belum waktunya saja aku di pertemukan sama jodoh aku.” jawabku sambil tersenyum.
Setelah mendengarkan apa yang aku utarakan, Halim tidak lagi membahasnya. Aku tidak mau berharap terlalu banyak dengan keberadaan Halim di dalam hidupku. Dia sudah sangat baik mengajak aku berkeliling Jogjakarta dan mengantar ke tempat-tempat yang ingin sekali aku datangi. Di tambah lagi, belum tentu dia akan menerima kekurangan yang ada di dalam keluargaku dan di dalam diriku, aku takut melihat reaksinya setelah mengetahui bila ibuku sakit jiwa, dia akan menjauhiku.
“Lalu kamu sendiri kenapa masih sendiri?” tanyaku.
“Sama sepertimu, aku sedang mencari calon istri.”
Aku terkaget mendengarnya, “Oh... sudah dapat calonnya?”
“Sudah, tapi belum tahu apa dia mau atau tidak.”
“Loh... Kok begitu?” tanyaku dengan alis tertekuk heran, “kamu tidak mengutarakannya?”
Halim tersenyum, “Ini sudah aku utarakan.”
“Hah? Maksudnya?”
Halim tertawa melihat wajahku yang kebingungan, “Iya kamu, kamu mau? Tidak usah terburu-buru untuk menjawabnya.”
Aku terdiam, masih di liputi rasa kejut yang di berikan oleh Halim bahwa akulah gadis yang dimaksud untuk dijadikannya sebagai istri. Aku melihat wajah Halim yang masih memasang senyuman di sana dengan kedua bola matanya menatapku.
Pembicaraanku dengan Halim masih saja terbawa sampai di rumah Tante Asli. Apa benar dia jodohku yang selama ini aku minta pada Sang Khalik, pikirku. Perasaan ragu dan lega mengisi relung di hatiku. Aku teringat dengan pesan Ayah untuk selalu meminta petunjuk pada Sang Khalik jika aku sedang gelisah atau bingung untuk menentukan pilihan hidup.
Seperti malam-malam sebelumnya, Halim selalu menghubungiku untuk mengobrol. Tapi setelah mengetahui maksud dan tujuan Halim kepadaku membuat jantungku berdetak tidak karuan. Aku berusaha untuk bersikap seperti biasanya kepada Halim tapi yang ada aku malah gugup.

Aku tidak bisa tidur semalaman masih memikirkan jawaban yang akan aku berikan pada Halim. Walaupun aku sudah meminta petunjuk pada Sang Khalik tapi masih belum menemukan jawabannya. Mungkin aku harus menceritakan kondisi keluargaku pada Halim dan melihat reaksinya, setelah itu aku bisa memberikan jawabannya.
“Tari, temanmu sudah datang itu di depan, lagi mengobrol sama Ayahmu,” Tante Asli memberitahuku.
“Pagi sekali dia datang, setahuku kita jalan agak siang,” ucapku sambil membantu memasak di dapur.
“Sudah temui dulu teman kamu, ajak sarapan di sini.”
Pisau yang berada di tanganku letakkan di samping talenan.
“Tari, buat minum dulu,” ucap Tante Ali yang menghentikanku untuk berjalan ke luar dapur.
Tante Ali membantuku membuat teh hangat untuk di bawa ke ruang tamu. Saat berjalan melewati ruang tengah, aku melihat Fauzan sudah bangun dan menaik turunkan kedua alisnya, menggodaku. Suara Ayah dan Halim hampir kedengaran di ruang tengah. Ngobroli apa sih, kok mereka seru banget, pikirku. Memasuki ruang tamu, aku melihat Ayah yang asyik sekali mengobrol dengan Halim di tambah Om Taufan ikutan nimbrung duduk di kursi tunggal.
Aku berjalan mendekat, “ini di minum dulu,” tanganku meletakkan cangkir teh di atas meja tamu.
“Karena Tari sudah datang saya tinggal dulu.”
“Iya Om.”
Ayah dan Om Taufan meninggalkanku berdua dengan Halim di ruang tamu. “Kok datangnya pagi, bukannya kita baru jalan siang ya?” tanyaku.
“Aku mau mengajak kamu sarapan di luar.”
“Duh... Tante Asli malah minta kamu sarapan di sini. Kamu enggak bilang sih semalam kalau mau sarapan di luar.”
Aku lihat Halim menggarukkan belakang kepalanya tanda bingung.
“Sarapan di sini saja dulu ya, baru besok sarapan di luar, bagaimana?” tanyaku.
“Ya sudah,” Halim menganggukkan kepalanya, “nanti jadi ke pantai?” tanyanya, melihatku.
“Jadi, kamu tahu pantai Wediombo? Aku lihat di internet pantainya bagus dan belum ada yang banyak tahu. Selain air lautnya yang jernih, aku lihat di foto yang air lautnya terkena batu besar jadi terlihat seperti air terjun jatuh ke kolam di balik batu besar,” terangku dengan bersemangat.
Halim mendengarkan dengan saksama tanpa memotong pembicaraanku.
“Terus, katanya—“ ucapku terhenti, “kok kamu memandangku begitu, di mukaku ada sesuatu ya?”
“Hah? Enggak ada apa-apa kok di mukamu,” Halim tersenyum. “Kamu enggak pernah cerita kalau ibumu sakit.”
“Dari mana kamu tahu soal itu?” tanyaku.
“Dari Ayahmu, beliau cerita banyak soal penyakit ibumu.”
“Aku hanya takut melihat reaksimu setelah mendengar kondisi ibuku,” aku menundukkan kepala. Aku tidak mendengar suara Halim, apa dia akan menjauhiku? Ya Allah bila memang dia jodohku dekatkan kami jika bukan jodohku jauhkan, pikirku.
“Tari,” panggilnya, “di saat aku mengutarakan keinginanku menjadikanmu sebagai calon istriku, aku sudah yakin bahwa kamu adalah jodohku yang telah disiapkan oleh Allah untukku. Aku akan menerima semua kekurangan keluargamu dan kekurangan yang ada pada kamu.”
Aku mengangkat kepalaku untuk memandang wajah Halim. Tidak bisa mengucapkan sepatah kata untuk di keluarkan dari mulutku, mendengar bahwa Halim yakin bahwa aku adalah jodohnya. Semua keraguan yang hinggap di hatiku dari kemarin sirna sudah. Tidak terasa air mata telah keluar dari kedua mataku, sambil menangkupkan kedua telapak tanganku di bawah mata untuk menghalau air mata untuk keluar lebih deras lagi.
“Kita hadapi bersama-sama ya,” ucap Halim dengan senyum hangat.



#96 Novel Amore: For A Better Tomorrow By Rini Zabirudin

April 11, 2019 0 Comments
[Review/Resensi] #96 Novel Amore: For A Better Tomorrow By Rini Zabirudin
Judul: For a Better Tomorrow
Penulis: Rini Zabirudin
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan pertama, 2015
Jumlah Halaman: 256 hlm; 20 cm
Genres: Romance
Bahasa: Indonesia
ISBN: 978-602-03-1463-1
Rated: 4.5 of 5

Bima kabur dari Nusa Kambangan bertemu dengan Ellis yang tinggal sendiri di desa untuk menjadi seorang herbal. Ellis selalu menolong orang sakit di tempat tinggalnya tidak menaruh curiga pada Bima yang tergeletak di teras belakang rumahnya. Malah Ellis memberi Bima makan dan tempat naungan sementara.

Merasa kasihan terhadap Bima, Ellis memperkerjakan Bima di rumahnya. Bima melakukan pekerjaan layaknya pegawai, terkadang menemani Ellis masuk ke dalam hutan untuk mengumpulkan tanaman obat untuk para pasiennya. Bima juga mendapatkan pengetahuan tentang obat-obatan dari Ellis.

“Tanah Indonesia sangat subur. Apa pun yang kautanam akan tumbuh. Berbagai jenis tumbuhan bisa digunakan untuk obat. Negeri kita ini sangat kaya.”

Selama tinggal, Ellis tidak pernah memaksa Bima untuk bercerita tentang masa lalunya, bagaimana bisa sampai ke pekarangan belakang rumahnya. Sampai keluarga Ellis datang berkunjung ke rumah setiap akhir pekan. Mignon yang berusaha menginterogasi Bima membuat Ellis cemas terhadap Bima yang terlihat sungkan. Karena khawatir dengan Ellis, Mignon meminta Jo untuk mencari tahu tentang Bima.

Kedatangan Raphael yang mengetahui rahasia Bima memintanya untuk meninggalkan rumah Ellis secepatnya. Tapi Bima tidak bisa meninggalkan Ellis begitu saja seperti permintaan Raphael. Belum lagi orang-orang yang mengejar Bima untuk mendapatkan benda penting dari tangannya datang ke rumah Ellis. Saat itu, Bima menceritakan apa yang terjadi pada dirinya pada Ellis.

Rahasia apa yang di ketahui Raphael? Siapa Raphael? Bagaimana Ellis menyikapi kebenaran yang di ceritakan Bima?

Kasihan sekali hidupnya Bima yang di kejar-kejar sama orang satu instansi dengan dia, sampai harus kehilangan orang kesayangannya dan harus menjauh dari keluarganya. Tapi pertemuan Bima dan Ellis sudah seperti dewi penolong banget. Dengan karakter Ellis yang tidak menaruh curiga sama Bima, baik, memberi makan, memberi Bima untuk mandi, memberinya tempat istirahat, bahkan memperkerjakannya, dan Ellis tidak takut pada Bima yang datang melalui hutan. Kalau aku mah sudah menelepon polisi untuk jaga-jaga kalau dia bakal berbuat jahat.

“Harta yang paling berharga adalah keluarga. Karena di saat seluruh dunia meninggalkan kita maka hanya keluargalah satu-satunya yang akan tetap berada di sisi kita, melindungi dan tetap mencintai.”

Sayang cerita yang bagus tapi di titik klimaksnya terkesan biasa saja. Padahal sudah mengharapkan Bima sama Ellis bakalan kabur bersama dari pengejaran dan sedikit ada action. Dan aku menemukan kejanggalan di sini, saat Bima menceritakan letak benda yang diinginkan oleh orang pengejar pada Ellis tapi Ellis malah mengatakan tidak tahu tempatnya pada saat berbicara pada Magon dan Raphael.

Selain itu, jalan dari klimaks ke ending terasa cepat sekali. Cerita ini di ambil dari sudut pandang orang ke tiga. Menurutku cover novel ini juga terkesan biasa saja.

“Rasa takut adalah teman, Bima. Dia mengajarkan kita untuk selalu berjaga dan waspada. Tanpa rasa takut, manusia tidak akan bisa bertahan hidup. Kita pasti sudah lama punah.”

Overall, novel ini menarik sekali untuk di baca. Ceritanya seperti cinta lokasi begitu, hidup bersama di sebuah desa sehingga timbullah benih-benih cinta di antara mereka. Cerita ini juga memiliki segi humor.


#95 Novel: Spy In Love By Dwitasari

April 11, 2019 0 Comments
[Review/Resensi] #95 Novel: Spy In Love By Dwitasari
Judul: Spy in Love
Penulis: Dwitasari
Penerbit: PT Bentang Pustaka
Tahun Terbit: Cetakan pertama, 2016
Jumlah Halaman: 120 hlm
Genres: Fiksi, Romance
Bahasa: Indonesia
ISBN: 978-602-291-253-8
Rated: 4 of 5

Mungkin masih ingat dengan Eiffel, Tolong! Cerita tentang menjadi mata-mata dan penyamaran. Di novel Spy in Love tema ceritanya sedikit sama tentang seorang agen mata-mata yang ingin melindungi seseorang.

Hotel tempat kerja Putra membuka cabang di Penang sebagai manajer. Kakek satu-satunya Putra tidak setuju dengan pengiriman Putra ke Penang padahal dia tahu cita-cita Putra semasa kecil mau seperti kakeknya yang sebagai mata-mata kelas kakap di Indonesia. Sebenarnya Putra menyembunyikan pekerjaan aslinya dari kakeknya. Kehadiran Putra di Penang hanya untuk menjalankan misi untuk melindungi seseorang. 

Di lain tempat, Jasmine yang datang berlibur ke Bali untuk bertemu dengan pacarnya dan memiliki kesempatan pacarnya akan memperkenalkan dirinya pada kedua orang tua pacarnya di Bali. Tapi takdir berkata lain, Jasmine di khianati oleh pacarnya yang akan menikah dengan sahabatnya semasa kuliah.

“Kenyataan kadang sulit diterima akal sehat, tapi percayalah bahwa ketika kita tahu cara menerima dengan ikhlas, semua lebih mudah untuk dijalani.”

Dengan rasa sakit hati, Jasmine menerima pekerjaan sebagai Event Orginize di Penang. Di sana Jasmine bertemu dengan Putra yang berawal dari kesalahpahaman Putra yang menganggap dirinya ingin bunuh diri di pantai hotel. Oleh karena itu, Jasmine tidak suka dengan Putra yang merupakan orang Indonesia membuatnya teringat dengan mantan pacarnya.

Satria, kakek Putra, mendapatkan misi dari teman lamanya untuk memantau sebuah kecelakaan pesawat yang menurutnya kecelakaan itu di sengaja. Setelah mendapatkan kabar bahwa Putra ingin mengenalkan seseorang yang akan di nikahinya, Satria berangkat ke Penang.

“Karena kamu tidak akan pernah tahu, seorang perempuan pergi bukan karena dia telah merasakan luka, tetapi karena dia merasa tidak lagi dianggap ada.”

Karena tahu calon yang akan di nikahi Putra adalah wanita Malaysia, Satria menolaknya apalagi di tambah tidak akurnya dia dengan ibu dari wanita yang akan di nikahi Putra. Untuk mendekatkannya, mereka mengadakan acara food gathering untuk Satria dan ibunya. Selama mengikuti acara, Satria malah di kepung oleh sekelompok organisasi untuk mendapatkan handphone yang berisi rekaman.

Siapa yang akan di lindungi oleh Putra? Organisasi apa yang mengincar nyawa Satria?

Ini novel kedua yang aku baca bertemakan action romance. Karakter Putra yang tampan dan penuh dengan teka teki tapi tidak bisa menipu Satria yang seorang mantan mata-mata terkemuka di Indonesia. Tapi dari cerita ini, aku bisa tahu seorang mata-mata seperti Satria sangat menyayangi Putra hanya untuk menebus kesalahannya di masa lalu. Karena yang aku tahu, tugas negara selalu menjadi nomor satu daripada keluarga.

Plot cerita yang tidak terlalu ribet tapi penuh dengan misteri. Dari awal membaca sudah membuat banyak pertanyaan pekerjaan apa yang di geluti oleh Putra di lain dia bekerja sebagai manajer hotel. Konflik yang di ceritakan sebenarnya sederhana tapi penulis bisa sekali mengemasnya dengan memberikan twist yang membuat semakin penasaran.

“Saat bertemu denganmu, akan seakan tahu kamu adalah takdirku, aku seakan tahu bahwa Tuhan menyimpan rencana baik-Nya melalui kehadiranmu.”

Untuk sesi action kurang banyak, malah terkesan cepat sekali. Pada saat Putra menyelamatkan Satria cepat sekali ketemunya tidak ada hambatan sama sekali, seolah-olah di saat pintu masuk sudah ada Satria di sana. Padahal penggambaran lokasi penyekapan berupa kastil tua.

Secara keseluruhan novel ini worth it untuk di baca, tapi aku masih penasaran dengan kisah Satria yang menjalankan tugas di Malaysia yang jatuh cinta dengan seorang gadis tapi tidak sampai ke pernikahan karena perbedaan negara.


Wednesday, April 10, 2019

#94 Hallmark Channel Movie: Love On The Menu

April 10, 2019 0 Comments
[Review] Love On The Menu
Title: Love on the Menu
Genres: Romance
Type: TV Movie
Language: English
Country: USA
Episode: 1
Age Group: R+
Rated: 4.5 of 5

Kembali lagi dengan salah satu film keluaran Hallmark Channel, kali ini film Love on the Menu menceritakan tentang makanan dan cinta. Dengan di sutradarai oleh Ellie Kanner dan penulis naskah yaitu Kavan Smith dan Alex Wright.

Maggie (Autumm Reeser) bekerja di sebuah perusahaan frozen food. Dia mengajukan sebuah restoran kepada atasannya, Andrea (Barbara Niven), untuk menjadikan makanan yang di buat oleh chef Hank (Kavan Smith) sebagai kandidat proyek frozen food selanjutnya. Maggie yakin tentang makanan yang di buat oleh Hank dapat membesarkan pangsa pasar perusahaan.
Saat Maggie berkunjung ke Osteria restaurant, restaurant sedang kedatangan seorang review food yang duduk tepat di belakang Maggie. Para staff restoran menganggap Maggie adalah review yang akan memberi nilai pada restorannya. Bernie (Richard Ian Cox) memberitahu pada Hank baru saja kehilangan bintang di restorannya.

Maggie dan Andrea mendatangi restoran Hank dan mengajukan kerja sama tapi Hank tidak menyetujui kerja samanya sampai Bernie memberitahu bahwa restoran sedang terlilit utang pada bank dan akan bangkrut. Mendengar itu, Hank yang tidak tahu masalah manajemen restoran merasa kaget dan dengan terpaksa menerima kerja sama yang di tawarkan Maggie dan Andrea untuk menyelamatkan restoran.

“Love... You’ve giving them love. Love is the number one ingredient in any dish. Without that, you’ve got nothing.”

Kedatangan Maggie sebagai bagian di restoran, memberikan perubahan walaupun pernah di tentang oleh Hank. Tapi dengan Maggie membantu Hank untuk mendapatkan bintang kembali pada restorannya dan Hank membantu Maggie untuk membuat menu untuk frozen food, perubahan di restoran terjadi. Tidak hanya itu saja, Hank yang tidak menyukai frozen food mengajarkan Maggie bagaimana menghidangkan fresh food.
Andrea yang sudah mendapatkan resep dari Hank memilih melanjutkan proyek selanjutnya dengan koki baru. Maggie yang mendengar itu awalnya tidak terima dengan keputusan Andrea yang akan meninggalkan kerja samanya terhadap Hank tapi Maggie mendapatkan tekanan dari Andrea.

Apa yang akan terjadi pada restoran Osteria? Apa Maggie akan benar meninggalkan kerja samanya terhadap Hank?

Ternyata salah satu penulis naskah film ini juga sebagai aktor tokoh utama film ini. Selama aku menonton seluruh film yang di perankan Kavan Smith memang bagus dan terlihat natural. Apalagi selalu ada bumbu comedy di dalam filmnya. Tapi di film Love on the Menu yang lawan mainnya Autumn Reeser, menurutku film ini yang paling bagus.
[Resensi] Hallmark Channel Movie: Love On The Menu
Jalan cerita yang menurutku sederhana hanya puncak dari konfliknya kurang berasa, terkesan biasa saja. Permainan emosi pada karakter Maggie di puncak konfliknya kurang. Walaupun dari awal sampai mau akhir ending sudah cukup bagus.

Paling suka di film ini adalah kerja sama di dalam dapur dan seluruh staff restoran untuk berusaha bangkit dari kebangkrutan. Hank dengan sifat baiknya, malah menyuruh kedua koki terbaiknya untuk berhenti tapi malah mereka tidak mau malah memilih untuk bertahan.

Film Love on the Menu yang menceritakan kebangkitan sebuah restoran yang akan gulung tikar dan bagaimana keyakinan seseorang terhadap restoran tersebut bahwa restoran akan bangkit dengan makanan yang di kelola secara fresh akan mendapatkan kembali bintangnya.


#93 Movie: The Royal Tailor 'A Man Who Has A Talent To Make A Queen Looks Beautiful'

April 10, 2019 0 Comments
[Review] The Royal Tailor
Title: The Royal Tailor
Alternative Titles: 상의원, Sanguiwon
Genres: Historical, Drama, Fashion 
Type: Movie
Language: Korean
Country: South Korea
Episode: 1
Age Group: R+
Rated: 5 of 5

The Royal Tailor di tulis oleh Lee Byoung-hak dengan mengambil sebuah cerita pada masa kerajaan Joseon. Di mana terdapat perubahan fashion yang terjadi pada masa itu, tentu dalam perubahan itu selalu ada persaingan dan intrik yang terjadi. Dengan disutradarai oleh Lee Won-suk berhasil memberikan kesan bagaimana perasaan iri hati dapat menggelapkan mata dari bakat yang dipunya.

Pada masa kekaisaran dinasti Joseon, terjadi perubahan pada fashion saat itu, Jo Dol-soek (han Suk-kyu) yang sudah melayani 3 generasi kerajaan akhirnya menjadi kepala penjahit di kerajaan dengan raja yang baru. Raja (Yoo Yeon-seok) meminta untuk dibuatkan jubah naga yang baru, begitu juga dengan para menterinya yang akan dibuatkan jubah baru.

Pan-soo (Ma Dong-seok) bersama dengan temannya berada di tempat hiburan, ia mengeluhkan jubah yang di pakainya selalu membuatnya susah, dengan lengan jubah yang panjang membuatnya susah untuk menyingsingkan menjadi pendek. Saat Wol-hyang (Shin So-yul) mendatangi mereka, Pan-soo meminta Wol-hyang untuk meminta kepada Lee Gong-jin (Go Soo) untuk dibuatkan jubah baru.
Suatu hari, Ratu (Park Shin-hye) yang meminta Dol-soek untuk memperbaiki sebuah Hanbok, tidak sengaja terbakar pada saat memperbaikinya. Ratu yang menginginkan jubah itu di bikin ulang malah mendapatkan penolakan dari Dol-soek, karena jubah yang akan di buat ulang akan memakan waktu yang sangat lama.

Pan-Soo mengajak Gong-jin untuk bertemu dengan Dol-soek untuk membantu membuat jubah naga yang diinginkan Ratu. Gong-jin pertama kali bertemu dengan Ratu langsung jatuh jati dengan kecantikan sang Ratu. Semenjak itu, Gong-jin selalu membantu menjahit di dalam istana dan terkadang menemani Ratu tanpa memikirkan akibat yang di terima dari Raja bila mengetahui jika dia berdekatan dengan Ratu.

Gong-jin yang keluar dari lingkungan istana mendengar bahwa Ratu akan di gantikan pada saat pesta penyambutan utusan negara seberang membuatnya mendatangi kediaman Ratu dan memohon untuk dirinya dapat membuatkan baju yang akan di kenakan Ratu. Pada pesta penyambutan, seluruh kabinet dan tamu undangan memandang takjub pada Ratu, begitu juga dengan Raja yang dari awal menikah tidak pernah memandangnya di buat takjub dengan pakaian yang di kenakan Ratu.
Semenjak itu, Dol-soek mulai merasa iri terhadap Gong-jin yang memiliki talenta desain yang bagus. Dengan ketakutannya akan tersingkirkan, Dol-soek bekerja sama dengan Raja untuk menyingkirkan Gong-jin. Dol-soek menginginkan nama Gong-jin terhapus dari sejarah dinasti Joseon.

Kenapa Raja menginginkan Gong-jin tersingkirkan? Seperti apa baju yang dibuat Gong-jin untuk Ratu di pesta penyambutan?

Kali ini aku akan membahas film buatan dari Korea Selatan, biasanya aku selalu membahas film yang dari negara Barat dan Eropa. Film ini aku tidak sengaja lihat di cuplikan di Youtube, biasanya kalau sudah film historical dinasti Joseon di dalam pikiranku adalah perebutan takhta dan peperangan yang sedikit di taburi romance. Tapi film The Royal Tailor yang di sutradarai oleh Lee Won-suk membawa pada persaingan dua penjahit pada masa dinasti Joseon yang terdapat skandal dan tragedy.
[Resensi] The Royal Tailor
Pertama kali lihat tokoh karakter Gong-jin langsung jatuh hati, seorang pria easygoing, funny, bertalenta, dan baik banget. Walaupun dia sudah di hina oleh Dol-soek yang menganggap pakaian buatan Gong-jin murahan, Gong-jin masih menganggap Dol-soek sebagai temannya dan membuatkan pakaiannya pada saat Dol-soek mendapatkan gelas kebangsawanan dari istana. Tidak hanya itu saja, Gong-jin juga membuatkan pakaian untuk Ratu hanya untuk seluruh istana tunduk kepadanya dan hormat.

Sangat berkesan pada saat Gong-jin mengajak Dol-soek memejamkan mata untuk membayang desain pakaian pada saat bulan purnama. Mereka memberikan visual effect yang menggemaskan, ada gambar kelinci yang sangat iri dengan pakaian yang di kenakan oleh Dol-soek.

Ternyata berhubungan dengan istana pasti ada persaingan, aku kira tidak hanya di dalam kabinet yang main sikut-sikutan untuk mendapatkan kekuasaan, tapi pada fashion pun begitu. Bagi yang penyuka film Korea dan fashion, aku Recommended untuk kalian menonton film ini.


Tuesday, April 9, 2019

#92 Novel: Answer By Marsya Pen

April 09, 2019 0 Comments
[Review/Resensi] #92 Novel: Answer By Marsya Pen
Judul: Answer
Penulis: Marsya Pen
Penerbit: CV. Garuda Mas Sejahtera
Tahun Terbit: Cetakan pertama, 2016
Jumlah Halaman: 120 hlm
Genres: Drama, Romance
Bahasa: Indonesia
ISBN: xxx-xxx-xxx-xxx-xxx
Rated: 3.5 of 5

Naya mendapatkan training selama 2 minggu di Bangkok, sebelum melakukan training dari kantor Naya mengajak teman-temannya untuk liburan terlebih dahulu di sana. Saat di bandara, Naya kehilangan kopernya, salah satu temannya melihat koper yang sangat mirip dengan koper Naya. Mereka bertiga menghampiri koper yang bersama dengan seorang pria. Saat Karina menghampiri terlebih dahulu, Naya kaget bahwa pria yang berada di depannya adalah Gian, pria yang sudah meninggalkannya 7 tahun yang lalu tanpa penjelasan.

Setelah lama tidak bertemu kembali, Gian mengajak Naya untuk sarapan di tempat biasa. Naya dengan perasaannya yang campur aduk menerima ajakan Gian. Selama di Bangkok, Gian selalu mengajak Naya jalan-jalan, terkadang Gian mengirimkan makanan kesukaan Naya ke hotel.

“And i will always let you know how much i love and muss you. Even at this very moment.”

Sampai suatu kejadian tertimpa di lokasi dekat tempat tinggal Gian, Naya berusaha untuk menghubungi Gian malah tidak mendapatkan jawaban sama sekali seperti 7 tahun yang lalu, menghilang tanpa jejak. Sampai beberapa hari kemudian Gian baru memberinya kabar.

Mendekat hari kepulangan, Naya mengungkapkan perasaannya dan pertanyaan yang masih mengambang tentang Gian yang hilang tanpa kabar 7 tahun yang lalu. Sayang penjelasan Gian tidak memuaskan Naya yang menganggap hubungan mereka 7 tahun lalu hanya sebuah permainan.

Bagaimana Gian menjelaskan pada Naya tentang 7 tahun yang lalu? Ada kejadian apa sampai Gian sulit untuk di hubungi?

“If you mean by this is ‘game’, I’m not playing any games. You just need to say what you feel and think. If you mean by words, come on... i know you’re good with words.”

Aku kira pada saat bertemu dengan Gian kembali, Naya akan langsung meminta penjelasannya saat itu juga seperti layaknya kebanyakan wanita tapi ternyata Naya belum siap menerima penjelasan Gian saat itu juga. Jadinya di ulur-ulur sampai kepulangannya ke Indonesia. Karakter Gian juga di buat kaku tapi perhatian, sweet banget sampai ngirim makanan dan obat ke hotel.

Mungkin ini salah satu novel terpendek yang aku baca. Biasanya aku membaca novel pasti jumlah halamannya di atas 150 halaman. Karena tertarik sama cover novel yang di desain oleh Erine Agnissary ini jadinya penasaran sekali sama isinya.

Alur yang di gunakan penulis maju dan mundur, jadi ada sedikit flashback pada saat Naya dan Gian bersama dan di mana mereka berpisah. Tapi cerita ini masih kurang menarik dengan konflik yang menurutku biasa saja. Sudah begitu masih ada hole di beberapa tempat yang bisa di jadikan tambahan cerita.

“Hubungan kita bukan hubungan untuk bisa menahan satu orang pergi atau pulang. Hubungan kita juga bukan hubungan yang bisa untuk maksa untuk tetap tinggal.”
Baru kali ini aku review buku tapi enggak mendapatkan kode ISBN, aku lihat di aplikasi ipusnas tempat biasa meminjam buku, di sana juga tidak mencantumkan kode ISBN. Kaget banget pas pertama kali mau menulis review novel ini.


Follow Us @soratemplates