Penulis: Stephanie Zen
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, 2015
Jumlah Halaman: 224 hlm; 20 cm
Genres: Romance
Bahasa: Indonesia
ISBN: 978-602-03-1355-9
Rated: 3.4 of 5
Rania Stella Handoyo, seorang mahasiswa yang mendapatkan beasiswa disalah satu universitas di Singapura. Awalnya Rania tidak mau mengambil kesempatan yang berharga karena perekonomian keluarganya yang tidak memungkinkan, tapi kedua orang tuanya menyayangkan pilihan Rania dan memintanya untuk mengambil beasiswa tersebut tanpa harus memikirkan biaya kehidupan selama Rania tinggal di Singapura.
Rania tidak pernah meninggalkan acara kebaktian yang di gereja. Di sana, Riana bertemu dengan Marvel Wongso, pemuda cerdas dan anak orang kaya. Tapi Rania merasa nyaman di sisi Marvel, apa yang akan di bicarakan selalu menyambung dan tidak akan habis bahan pembicaraannya. Hanya satu yang Rania merasa adanya jurang di antaranya, masalah finansial dan kalangan sosial Marvel berada. Hal itu membuat Rania sadar akan dirinya yang tidak pantas untuk bersanding di sisi Marvel.
“They say, priceless moments last forever.”
Tapi siapa sangka di lain sisi, Marvel malah menyukai Rania dan ingin mengajaknya menikah dengannya. Saat pertama kali Marvel mengajak Rania untuk menikah malah mendapatkan penolakan, tapi pada saat Marvel sedang iseng karena hubungan Bella dan Rayner, Rania malah memberikan pernyataan yang membuat Marvel salah tingkah. Marvel terus menahan perasaannya terhadap Rania karena sebentar lagi dia akan berangkat ke Amerika untuk melanjutkan studi Masternya.
“She’s extraordinary. She deserves no ordinary man like me.”
Selepas Youth Service, Rayner yang akan berulang tahun keesokan harinya akan mengadakan kejutan untuknya pada saat pergantian hari. Untuk membunuh waktu, mereka memilih ke rumah Marvel sampai waktunya tiba. Karena merasa bosan, Fabian mengusulkan sebuah permainan truth or dare. Permainan yang hanya untuk membunuh waktu malah mendapatkan petaka untuk Raina.
Rania menceritakan semua apa yang terjadi pada Celine. Celine yang sudah tahu perasaan Rania terhadap Marvel berusaha memberikan nasehat. Semenjak itu, Rania terus berdoa untuk mendapatkan jawaban dari Tuhan. Rania yang bertemu dengan Mamah Marvel dan mengetahui apa yang terjadi pada kedua orang tua Marvel dulu makin membuat dirinya tidak yakin akan jawaban yang akan dia berikan pada Marvel.
“Aku bukan Papa, dan aku bukan Mama. Tapi aku anak kalian dan aku belajar dari kesalahan kalian. Aku hanya nggak mau membuat kesalahan lain dengan melepaskan Rania dan menyesal di kemudian hari. The worst regret we can have in life isn’t about the wrong things we did, but for the right things we could have done but never did.”
Hmm... aku tidak tahu harus menuang pikiranku di sini. Dalam cerita ini ada beberapa yang bersinggungan dengan kitab agama dan cara berpikir mereka. Tapi aku mencoba untuk berada di sisi tengah, jadi aku akan mengomentari sikap Rania yang terlalu memandang dirinya sendiri rendah atau sebelah mata apa bila di sandingkan dengan orang kaya seperti Marvel. Dan sepertinya dia tidak bangga begitu dengan kuliah dari beasiswa bukan dari membayar. Oh... that so wrong girl... you must proud what you get. Untuk mendapatkan beasiswa itu tidaklah gampang.
Alur cerita yang di kemas pengarang tidak terlalu berat dengan konflik yang sederhana, membuat cerita novel ini mudah untuk dibaca. Aku suka dengan cover novel ini yang berwarna hitam, karena itu aku membelinya walaupun lagi discount.
“Lagi pula, Ran... when you spend time worrying, you’re simply using your imagination to create things you don’t want. Choose faith over worry.”
Kekurangan dari novel ini adalah tidak adanya penjelasan sudut pandang yang sedang bercerita. Aku sempat bingung awal pergantian bab, karena bukan dari sudut pandang Rania setalah aku balik ke halaman sebelumnya dan maju kembali ke halaman semula baru aku mengerti.
No comments:
Post a Comment